Raisyah memandangi
jemarinya sambil berdialog dalam hati,
“tangan ini dulu
sangat kecil, mungil.. sekarang sudah tumbuh menjadi tangan orang dewasa. Waktu
ku kecil, orang tua ku sangat menginginkan aku menjadi seorang yang berhasil,
sukses dan kelak bisa membantu mereka. Namun sekarang, berbeda jauh dari
bayangan orang tua ku.. sampai dengan usia ayah yang sudah lebih dari 40tahun,
beliau masih bekerja demi keluarganya dan itu termasuk aku. Aku yang harusnya
menjadi tulang punggung keluarga karna aku anak pertamanya, belum bisa menjadi
kebanggaannya… walaupun ayah selalu saja membesarkan hati ini… ibu yang selalu
membuatku ingin selalu maju,, adik yang mendorongku dengan semangatnya,, namun
tetap saja, aku belum juga dapat kerja.. ya Allah, adakah rezeki untuk hamba??
Apakah aku masih berhak menikmati Nikmat-Mu di bumi?,” kembali air mata Rai
mengalir deras..
“oh… Allah.. mohon
beri aku rezekiMu, aku ingin membahagiakan orang tua ku. Aku ingin membuat
orang tua ku bahagia.. membelikan apa yang mereka impikan, menuruti apa yang
mereka mau. Apakah itu sulit ? aku yakin, itu tidaklah sulit untukMu kan ?,
yah… mungkin aku nya saja yang belum pantas di mata-Mu yah?”, seketika Rai
berhenti berdialog, pandangannya kosong menatap langit-langit Masjid Agung.
Sudah hampir dua jam di duduk di dalam Masjid, setelah selesai wawancara kerja
Rai langsung menuju ke Masjid Agung seperti biasanya. Dia bermaksud mengaduh
kepada Sang Maha Pengasih, memberi tahukan bahwa kembali hatinya hancur karena
gagal mendapatkan pekerjaan, yang seharusnya tidak perlu mengaduh pun, karena Allah
mengetahui apa yang belum terpikirkan oleh manusia sekalipun.
Setelah lima jam Rai
meratapi kesedihannya, akhirnya Rai putuskan untuk pulang. Dengan langkah pelan
Rai berjalan menyusuri trotoar, Rai menunggu busnya di halte terdekat.
Telinganya terpasang headphone. Tebak musik apa yang sedang ia dengarkan?,, Rai
sedang mendengarkan musik Rock dengan volume
penuh, dan inilah kebiasaannya setiap kali merasa kesal, sedih, marah,
atau kekecawaan seperti yang dirasakannya hari ini.
Sepanjang perjalanan,
Rai menyenderkan kepalanya di kursi, matanya menatap kearah luar kaca Bus,
melihat deretan toko-toko, pohon-pohon, pejalan kaki yang tak habis-habis dan
lainnya. Rai selalu bermimpi suatu saat nanti bisa mempunyai mobil sendiri,
agar kelak bepergiaan bersama keluarganya tidak lagi harus saling mengalah,
karena mereka hanya memiliki satu motor, dan itu artinya harus ada dua orang
yang mengalah naik kendaraan umum atau tidak pergi sama sekali. Jika Rai stop
di lampu merah pada saat mengendarai motornya, ia akan terus maju di urutan
pertama, ini bukan karena Rai di buru waktu atau menghindari kendaraan
didepannya. Tetapi Rai tidak mau berdampingan dengan mobil pribadi, karena ia
akan sangat sedih, Rai akan teringat dengan kondisi ayahnya sepulang kerja yang
basah kuyup diguyur hujan deras, hanya untuk tidak pulang terlambat, ayahnya
terus menerobos hujan lebat menuju rumah. Dan setiap hal itu terjadi, Rai hanya
bisa menangis diam-diam, ia akan bersembunyi didalam kamar mandi, dan menahan
isak tangisnya sendiri, lalu keluar dengan wajah ceria sambil memijat pundak
ayahnya.
“Nak, kamu turun
dimana ??”, seorang ibu berusai lanjut menyapa Rai, namun musik dari Ipodnya
terlalu besar volumenya sehingga Rai tidak mendengar teguran ibu itu. “Nak,
nak.. kamu turun dimana?”, sekali lagi sang ibu memanggil dan menepuk pundak
Rai. lamunan Rai buyar saat ia menyadari ada seseorang yang menepuk pundaknya
dan Rai pun menoleh sambil melepaskan Headphone-nya. “iya, ada apa bu ?” Tanya
Rai, “Nak, kamu turun di mana ?”,
“ohh, saya turun di
terminal bu. Ada apa ?”, Rai menjawab dengan sopan. “Nak, saya sudah kehabisan
uang, saya mau pulang ke daerah Km.12, tapi uang saya sudah tidak ada lagi..
apakah anak bisa memberikan saya sedikit uang ?”, ibu tersebut menjelaskan
keadaanya dengan nada memelas. “ibu memangnya dari mana? Apa ibu sendirian?”,
Rai kembali bertanya. “ibu tadinya janjian bertemu dengan anak ibu, dari pagi
ibu tunggu dia, tapi ternyata anak ibu tidak jadi datang karena dia ada kerjaan
mendadak. Dan dompet ibu di copet saat mau pulang, di dalam kantong celana
hanya ada dua ribu rupiah.”.
“oh begitu,, ibu lain
kali harus hati-hati. Di sini rawan bu.”, Rai mencoba menenangkan wanita
tersebut. Tangan kirinya merogoh dompet didalam tasnya, dan mengambil sejumlah
uang didalamnya.. “saya hanya punya segini, semoga bisa membantu ibu yah..
nanti ibu berhenti di halte Kembang, lalu sambung dengan Bus ke arah Km.12.”,
Rai memberikan uang Rp. 20.000 kepada wanita itu. Itu sebenarnya sisa uang yang
dimilikinya saat ini. “besar sekali nak uangnya, ibu hanya perlu untuk ongkos
saja nak,,”, “tidak apa-apa bu, ambil saja. Nanti ibu bisa beli makanan dulu,
dari pagi menunggu anak ibu, pasti ibu belum makan kan?”. Padahal Rai lah yang
belum makan dari pagi, sarapannya pun di lewatkannya kerena terlalu bersemangat
pergi wawancara kerja. “terima kasih banyak yah nak.. mudah-mudahan rezeki mu
di tambahkan sama Gusti Allah..”, ucapan tulus terimakasih sang ibu tua itu
membuat suasana hati Rai sedikit membaik.
Beberapa menit
kemudian, “nah, ibu turun di halte ini, lalu bilang sama penjaga loket, ibu mau
ke Km.12 yah.. hati-hati yah bu..” “iya, terima kasih banyak yah nak..”,
“sama-sama bu..” percakapan mereka pun berakhir dengan saling memberi senyuman.
Kembali Rai pasang
headphonenya, kali bukan lagu rock yang diputarnya, instrument musik lah yang
dipilihnya. Kembali menyenderkan badanya kedalam tempat duduknya. Kembali Rai
melamun menatap jalanan diluar bus. “Allah, hari ini kembali aku gagal. Sudah
lebih sepuluh kali mengikuti wawancara kerja, namun belum satupun yang
berhasil. Berkali-kali aku berdo’a memohon rezeki dari Mu, berkali-kali pula
aku mendapati tanganku kosong. Ahh… ada apa dengan ku ini ? kenapa aku jadi
menyalahkan Allah.. sungguh Dia lah yang Maha Mengetahui, tidak ada hak untukku
ragu.. tapi kenapa begitu lama ???... sudah satu tahun lebih aku bergantung
dengan orang tua ku, padahal sekarang aku sudah sarjana.”, Rai terus berdialog
didalam hatinya. Menyalahkan dirinya sendiri, kemudia menyalahkan Allah, lalu
kembali menyalahkan dirinya sendiri dan memohon maaf pada Allah.. begitu
seterusnya.
Beberapa saat
kemudian.
“Assalamu’alaikum..”,
“wa’alaikum salam..,
anak mama baru pulang. Kok pulangnya malam ai ?”, Tanya ibunya sambil menutup
pintu kembali. “iya, tadi jalan-jalan dulu.. hehe”, jawab Rai sambil tersenyum
seperti sedang bersembunyi dari kesedihannya, ia tidak ingin orang tua-nya ikut
menelan kekecewaan atas kegagalannya.
“mandi dulu, trus
makan yah..”, ayahnya menyambut dengan senyuman dan remasan pada pundak Rai.
“wah,, ternyata ai sekarang sudah gemuk yah ma, sudah tidak ada tulangnya
lagi..”, dengan nada bercanda. “ih,, papa.. ai kan udah dewasa..”, balas Rai
dengan wajah sedikit cemberut. “iya.. iya,, sekarang kakak mandi gih, setelah
itu makan..”.
Selesai mandi, Rai
kembali sholat Magrib. Seusai sholat Rai kembali memanjatkan do’a-do’anya.
“Allah ku yang maha baik.
Aku kira aku akan berhenti berdoa, berhenti memohon dariMu. Aku kira, aku akan
bisa berdiri sendiri tanpa harus meminta padaMu. Tapi aku salah, mana mungkin
aku bisa tanpa-Mu.. ya Allah,,, tidak pernah bosan ku panjatkan, mohonlah beri
hamba-Mu ini pekerjaan, rezeki. Segudang impianku akan menjadi sekedar mimpi
jika tanpa izin-Mu. Beribu keinginanku hanya akan sekedar khayalan semu belaka
jika tanpa Ridho-Mu.. dan sekarang hamba sedang mengutarakan kesusahan hati ku
pada Mu Allah ku…mohon dengan sangat, lindungilah tiga orang yang teramat aku
cintai.. papa yang sudah begitu lemah, izinkanlah aku,ya Allah.. menjadi anak
yang bisa papa andalkan di hari-harinya. Mama yang semakin hari semakin menua,
sakit yang dirasakannya sekarang mohon lah Engkau angkat. Jadikan tubuhnya
sehat selalu, dan izinkan aku untuk menjadi anak yang bisa memberi kebahagiaan
untuknya. Satu lagi, adik semata wayangku, walau dia sering membuatku kesal dan
jengkel. Sebenarnya dia mempunyai hati yang tulus, aku pun takut membayangkan bila
kehilanganya. Hidup ku akan tidak sebahagia ini, bila tidak ada mereka bertiga
di hidupku. Terima kasih ya Allah, Engkau beri aku keluarga yang begitu ku
sayangi dan menyayangiku. Oohh… doa ku terlalu panjang yah… tapi Allah ku kan
begitu dekat padaku, walau tak ku minta pun, pasti akan Kau beri.. doa ku kali
ini, adalah do’a khusus, jadi harus di kabulkan. Aku akan tunggu sampai saatnya
do’a-do’a ku ini menjadi kenyataan.. terima kasih Engkau masih menyayangi dan
melindungiku. Terima kasih banyak Allah ku sayang..”,
Rai larut dalam
doa-nya yang panjang, ayah yang tadinya ingin memanggilnya untuk makan malam
berhenti didepan pintu. Ayah menyadari anaknya tengah menangis, ayah pun mundur
dan menutup kembali pintu kamar Rai pelan.
“sepertinya ai tidak makan
malam, dia lagi asik ngobrol..”, ayah duduk di muka meja makan. “ngobrol?
Kenapa tidak papa potong saja? Kan kakak harus makan pa?”, Tanya syasa, adik
bungsu Rai. “bagaimana mau di potong, ngobrolnya sama Allah..”, ayah mejawab
sambil tersenyum dan memulai makan malamnya. Semua terdiam dalam makan malam
yang sepi tanpa Rai disana.
Pagi pun menyapa,
suara burung berkicau.. udara begitu dingin, karena semalaman sudah diguyur
oleh hujan deras. Daun-daun masih basah, menyisahkan sisa-sisa air malam tadi. Namun
tampak Rai sedang lari pagi dengan mengenakan jaket tebal berwarna merah muda,
celana training putih dan sepatu olah raga putih bergaris hitam. Jilbabnya berkibar
saat Rai berlari mengitari komplek rumahnya. Pagi ini Rai putuskan untuk
berolahraga, walau pun hanya lari pagi. Rai sebenarnya malas berolahraga, namun
entah kenapa pagi ini dia begitu bersemangat, padahal tidak ada panggilan untuk
wawancara kerja. Susana hati Rai hari itu sangat senang, walau pun tidak ada
alasannya kenapa dia merasa senang. Karena rasa sedih, senang, cinta, Allah lah
yang memberinya, manusia adalah wadah untuk semua rasa-rasa itu.
Pukul 9.00 Wib.
“mama kira ai kemana,
ternyata olah raga toh..”, sapa ibunya saat melihat Rai berjalan pelan
kerumahnya sambil mengelap keringat di kening dan pipinya. “hehe, mama kira ai
pergi ke korea tanpa pamit. ” balas Rai dengan nada bercanda. “huhhf,, kamu
ini.. udah sana mandi. Bau tuh,,” “ok boss…”.
“kak ai, ini ada
surat.”, syasa memberi sebuah amplop kepada Rai. “surat apa nih ?”, Rai membalik
amplop tersebut. “ga tau, buka ajah.. siapa tau tiket pesawat kak..”, “edan,,
mana ada tiket pesawat dikirim lewat pos.. tapi ini apa yah??”, Rai mulai
membuka amplop tersebut.
Dengan cepat Rai
membaca isi surat, membacanya dengan seksama. Lalu terbentuk sebuah senyuman di
bibir Rai. Matanya berbinar-binar seakan mendapatkan kado terindah. Rai kemudian
memeluk syasa dengan erat, “dek, kakak di terima kerja. Kakak di terima kerja
adek ku..”, dengan girang Rai menyampaikan isi surat tersebut, sambil mengajak
adiknya jingkrak-jingkrak kegirangan. “maksudnya ? kakak di terima kerja ?
dimana?”, syasa bertanya untuk mendapatkan kebenarannya. Belum di jawabnya
pertanyaan syasa, Rai langsung menuju ruang keluarga mencari ayahnya. Setelah
menemukan sang ayah sedang membersihkan kandang kelinci di halam belakang
rumah, Rai langsung saja menjerit girang dan memeluk ayahnya, lalu kemudian
mencium tangan ayahnya, sambil mengucapkan “terima kasih atas doanya selama ini
yah pa.. Ai di terima kerja. Mulai tanggal satu ai kerja pa.. ”, dengan penuh
semangat Rai menjelaskan kebahagiaanya kepada sang ayah.. “alhmdulillah,,
selamat yah nak.. ini buah kesabaranmu selama ini..”, sambil mengelus kepala
Rai dengan kedua tangannya sang ayah memberi kata selamat untuk Rai dengan
tulus disertai senyuman.. dari ujung pintu, ibunda Rai pun meneteskan air mata
bahagia melihat pemandangan yang mengaharukan antara anak dan ayah yang teramat
di cintai oleh Rai.
Buah manis dari
kesabaran dan doa Rai
Rai yang tidak pernah
putus asa, selalu berusaha dengan segala kemampuannya, tidak pernah bosan
mencari dan terus mencari pekerjaan walaupun ia sendiri tidak tau akan di
terima atau tidak di perusahaan itu, selalu mengisi waktu luangnya dengan
bekerja paruh waktu dengan bayaran kecil ia pun ikhlas, menuntut ilmu dengan
berkunjung di perpustakaan daerah tidak luput dalam agenda kerjanya selama ini.
Membaca dan terus
membaca, Rai mempunyai suatu keyakinan bahwa dengan membaca ia akan merasa
lebih baik dan ilmunya pun bertambah. Namun dengan kesabaran, usaha tanpa putus
asa, di sertai semangat yang tidak pernah buyar, dan di dukung dengan doa
sebagai senjata paling ampuh seorang Muslim, telah mengantarkannya menjadi
seorang wanita yang mandiri dan sukses. Penghasilannya sebagai seorang karyawan
swata di sebuah perusahaan asing tak menjadikannya gelap mata, justru uang
tersebut di tabung dan di olahnya untuk berwirausaha. Walau awalnya sulit dan
penuh rintangan, namun bukan Rai namanya jika langsung menyerah begitu saja, ia
berjuang mengahadapi kesulitan dan penolakan yang menyakitkan. Rai bahkan
pernah mendapatkan ejekan dari beberapa temannya, karena mereka tidak yakin
pada kemampuan Rai menjahit pakaian. Ibunya lah yang selalu membesarkan
hatinya, menguatkannya agar tidak patah semangat.
Tidak berhenti di situ
saja, Rai berani menginfestasikan sejumlah uangnya untuk memulai bisnis bersama
salah satu rekan kerjanya. Empat bulan berjalan tanpa hasil yang berarti, modal
pun belum kembali. Namun Rai terus menyakinkan temannya untuk bekerja lebih
keras, mengubah konsep market sehingga produk yang mereka tawarkan kepada
masyarakat diminati. Bulan demi bulan bisnis Rai bersama temannya membuahkan
hasil. Untuk mengumpulkan pundi-pundi uangnya, Rai bahkan nekad menjadi member
di beberapa bisnis multi level marketing. Rai mempunyai jiwa leadership yang
baik dan personality yang mudah bergaul, sehingga ia tidak terlalu mengalami
kesulitan yang berarti untuk mengumpulkan member lain. Rai menggeluti bisnis
tersebut dengan penuh harapan agar kelak impian-impiannya terwujud. Walau ayah
dan ibunya menentang keras atas itu, tidak menjadikan Rai berhenti menjalankan
bisnisnya. Rai justru semakin giat sehingga ia selalu pulang larut malam.
Dengan bermodalkan kendaraan beroda dua Rai terus keliling kesana kemari untuk
melebarkan bisnis MLMnya. Ayah yang begitu marah dengan kebiasaan pulang malam
Rai, memberi pilihan berat kepada Rai. “Ai mau terus pulang malam begini atau
keluar dari rumah ini? Papa sudah bosan dengan ejekan tetangga. Bilang ai
begini, bilang ai begitu. Walau papa percaya ai tidak akan menjatuhkan nama
baik keluarga, namun papa rasa sudah cukup mama kamu menangis dan menunggumu
pulang sampai larut malam. Hidup seperti ini saja papa dan mama sudah bahagia.
Melihat ai berhasil dan kelak menikah sudah membuat kami menjadi orang tua
beruntung mempunyai ai.” Dengan cucuran air mata, ayah terus memohon kepada Rai
agar berhenti dan jangan lagi memaksakan dirinya mencari uang. Hati Rai pun
luluh dan menuruti permintaan sang ayah. Karena saat itu bisnis Rai sedang
jatuh, bisnis yang dijalankannya lebih
dari satu tahun kini runtuh, omset turun jauh, semua membernya hilang di rebut
orang lain, belum lagi sahabat-sabahatnya menjauh, di tambah bisnis kuliner dan
usaha menjahitnya pun ikut memburuk, mau bangkitpun Rai merasa sudah tidak
mampu lagi..
Hanya Allah tempatnya
mengadu..
Dua tahun kemudian…
“ai hati-hati di sana
yah nak, jaga kesehatan dan sholat malamnya jangan tinggal ya.. papa pasti
mendoakan yang terbaik buat ai..”
“ai sayang,, mama akan
sangat merindukanmu nak. Belum pernah ai jauh dari mama. Selama 26 tahun ai
selalu ada di samping mama, menyiapkan sarapan untuk ai, kini harus pergi
merebut impianmu.. mama sedikit cemas dengan sikap cerobohmu, tapi mama yakin
ai pasti bisa mandiri.. mama hanya bisa memberikan doa, agar selalu di beri
kemudahan kepada ai, ai selalu di lindungi Allah.. mama cinta ai.. ”
“kakak syasa
tersayang… adikmu ini belum bisa berbuat sesuatu yang berharga untukmu. Bahkan
sa lebih sering mereportkan kak ai, mengganggu kak ai, menjahili kak ai,, tapi
kak… satu hal yang perlu kak ai tau, aku akan menjadi fans setia mu, menjadi
pendukung nomor satu, dan aku bisa di andalkan.. jadi kak ai jangan sungkan
yah,… ^^ love my sista…”
Berkali-kali Rai
membaca pesan-pesan dari keluarganya. pesan tersebut di ukir dengan indah dan
di beri bingkai lucu. Syasa lah yang mempunyai ide ini, ia memaksa ayah dan
ibunya untuk memberi pesan-pesan untuk Rai. Dengan trampil pula, syasa merangkai
pesan-pesan tersebut menjadi lukisan tangan yang indah. Dan di ujung kertas di
berinya sarangheo uri Ai…Mata Rai terus berkaca-kaca melihat hasil
karya adiknya ini.
Rai sekarang sedang
berada di dalam pesawat menuju Korea, Negara impiannya. Rai dengan bekerja
keras selama ini, akhirnya dapat melanjutkan kuliah S2 nya di tempat idamannya
selama ini. Rai telah meninggalkan sebuah tempat usaha butik dan toko buku
untuk di olah keluarganya. Selain itu, Rai juga memberikan ayahnya sejumlah
hewan ternak. Rai telah mewujudkan impian ayahnya untuk mempunyai ternak. Dan
tak lupa, ia telah meninggalkan sebuah mobil yang dapat keluarganya gunakan
setiap saat.
“Sekarang tidak ada
lagi cerita kehujanan atau kepanasan,, dan kita semua bisa pergi sama-sama.”,
itu adalah kata-kata Rai saat menunjukkan sebuah mobil kepada ayah dan ibunya.
Syasa yang baru saja pulang kuliah saat itu langsung saja memeluk kakak
kesayangannya itu sambil berkata “terima kasih kak ai,, kak ai hebat..”.
Kini Rai telah memberi
apa yang di butuhkan keluarganya, sekarang Rai pergi untuk mewujudkan impian
lainnya. Rai mempunyai impian menginjakkan kakinya di korea sebelum menikah,
dan ternyata benar saja, saat ini Rai sedang berada di pesawat menuju korea.
“Melanjutkan pendidikan dan sekalian cari jodoh disana,, jadi tolong jaga
keluarga ku yah..”, pesan Rai kepada salah satu sahabat terbaiknya.
“annyeonghaseo.. ”.
Rai menoleh kearah sumber suara, tepat seorang pria duduk di sampingnya. Pria
tampan dengan postur tubuh yang tinggi tegap, bersih dan wangi, itulah kesan
pertama yang ditangkap oleh Rai. “annyeonghaseo.. ”, balas Rai dengan sedikit
membungkukkan badannya.
“jal jinesseoyo ?”,
kembali lelaki itu bertanya kepada Rai, “jeoneun jal jinesseoyo.. ileumi meo
eyo ?”, balas Rai penuh percaya diri dengan bahasanya. Sambil mengulurkan
tangannya pria itu memperkenalkan dirinya, “jeoneun Kaze ieyo. Naege ?”, “Ai.”.
“mau ke korea juga ya ??”, “haah.. ya ampun. Ternyata bisa bahasa Indonesia
toh.. kenapa ga dari tadi,,”, ungkap Rai dengan tarikan nafas lega. Dengan
sedikit tertawa Kaze berkata, “latihan agar di korea tidak kaku. Hehehe.. ”.
“ohh.. majayo..”, “saya kuliah disana. Kamu ??”, “sama saja, tapi saya sambil
kerja juga disana..” jelas Kaze.
Diam sesaat,,
“Ai… hheemm”, kaze
bergumam dengan gaya seperti sedang berfikir. “iya ada apa ?”, Rai menoleh.
“Ai,, artinya cinta. Orangtua mu pandai memberi nama ya..”, “nama lengkapku
Raisyah, Ai panggilan kecilku saja. Ternyata tanpa disadari artinya cinta..
hehe.. Kaze artinya Angin. Orang tua mu juga bagus pilihkan nama. Haha..”,
“yah,, angin. Mungkin karena artinya angin, makannya aku tidak pernah diam di
satu tempat. Sepertinya orang tua kita diam-diam mengerti bahasa jepang yah?”,
balas Kaze sambil bergurau. “hahaha,,,”
“Ai, maukah dirimu
menjadi teman ku disana ?”, “ohh.. tentu saja. Dengan senang hati.”, ungkap Rai
dengan wajah ceria.”semoga kita berjodoh disana.. hahaha..”, Kaze sedikit
bercanda, kembali menggoda Rai yang menjadi berfikir panjang.
Dengan bijak Rai
membalas, “jika Allah sudah berkehendak, tak ada satu manusia pun yang bisa
menentangnya…”, diam sejenak, “jadi, jika kita berjodoh, yah.. Alhamdulillah..
hahaha…” lanjutnya.
Beberapa saat
kemudian,
Diam-diam Kaze menikmati
wajah manis Rai. “kerudung biru langit cocok juga untuk gadis ini..”, bisiknya
dalam hati. Kaze adalah penggemar wanita muslimah. Sejak ibunya meninggal
dunia, dia berharap akan menemukan pendamping sebaik dan setulus ibunya yang
mencintai Ayahnya hingga nafas tak lagi ada. Ini bukannlah pertemuan kedua atau
ketiga dengan Rai, tapi hatinya sudah di ganggu oleh Rai. Dengan cepat Rai
memasuki hati Kaze. Kaze sebetulnya bukanlah tipe pria yang mudah untuk
mencintai. Namun terhadap Rai, berbeda. “ibu, aku sudah menemukannya. Akan ku
jadikan wanita ini istriku.. ibu, aku jatuh cinta.”, tanpa sadar kaze bicara
pelan kepada dirinya sendiri. “apa? Kamu bicara padaku ?”, Rai terbangun dari
tidur singkatnya. “ahh.. tidak. Lanjutkan saja tidurmu.”. Rai membalikkan
badannya, membelakangi Kaze sambil
tersenyum manis. Rai bicara dalam hatinya “Ai, apakah kau sudah jauth cinta?”.
Sambil memejamkan matanya, Rai bergumam “sepertinya aku tau kelanjutan cerita
ini..”.
SELESAI