Senin, 23 Januari 2012

Naik BESI TERBANG ^^

Pengalaman pertamaku naik "Besi Terbang".. dulu sih pernah,, tapi kan dulu sekali, saat aku masih berusia 6 tahun. Sudah lupa rasanya naik pesawat itu gimana.. jadilah, aku sedikit gugup dan parno..
Take-Off pukul 06.00 wib, dan aku pun harus sampai di bandara pukul 05.00 wib. Saat sesesampainya di Bandara, dua temanku sudah sampai duluan.. 

walhasil, kami pun langsung saja berjalan masuk, mengikuti setiap prosesnya dan kemudia masuk ke Pesawat..
waaawww...... "ternyata pesawat ini begini yak ??",, hahaha... Norak yah,, tapi ga papa juga kalau kalian bilang aku norak.. Biarin ajah kaliah berpendapat begitu... tapi untuk ku, ini adalah pengalaman yang mungkin tidak akan ku lupakan.. Aku bisa naik pesawat karna perusahaan, dan itu free.. ^^
makin seneeng deh.. hehe

ga semua orang bisa merasakan apa yang ku rasa,, jadi, aku tak perlu malu.. aku mestinya bangga dan bahagia.. 

aku takut dengan ketinggian, walhasil, selama di pesawat, baik itu terbang maupun mendarat,, aku tidak berani melihat keluar Jendela.. hehehe... ku tutupi wajahku dengan secarik kerta, sambil terus berdoa.. ^^
Norak yak ?? hehe,,

tapi begitulah aku,.. dan inilah kisah ku.. ^___^

Sabtu, 14 Januari 2012

Ai Story “not love story”




Raisyah memandangi jemarinya sambil berdialog dalam hati,
“tangan ini dulu sangat kecil, mungil.. sekarang sudah tumbuh menjadi tangan orang dewasa. Waktu ku kecil, orang tua ku sangat menginginkan aku menjadi seorang yang berhasil, sukses dan kelak bisa membantu mereka. Namun sekarang, berbeda jauh dari bayangan orang tua ku.. sampai dengan usia ayah yang sudah lebih dari 40tahun, beliau masih bekerja demi keluarganya dan itu termasuk aku. Aku yang harusnya menjadi tulang punggung keluarga karna aku anak pertamanya, belum bisa menjadi kebanggaannya… walaupun ayah selalu saja membesarkan hati ini… ibu yang selalu membuatku ingin selalu maju,, adik yang mendorongku dengan semangatnya,, namun tetap saja, aku belum juga dapat kerja.. ya Allah, adakah rezeki untuk hamba?? Apakah aku masih berhak menikmati Nikmat-Mu di bumi?,” kembali air mata Rai mengalir deras..
“oh… Allah.. mohon beri aku rezekiMu, aku ingin membahagiakan orang tua ku. Aku ingin membuat orang tua ku bahagia.. membelikan apa yang mereka impikan, menuruti apa yang mereka mau. Apakah itu sulit ? aku yakin, itu tidaklah sulit untukMu kan ?, yah… mungkin aku nya saja yang belum pantas di mata-Mu yah?”, seketika Rai berhenti berdialog, pandangannya kosong menatap langit-langit Masjid Agung. Sudah hampir dua jam di duduk di dalam Masjid, setelah selesai wawancara kerja Rai langsung menuju ke Masjid Agung seperti biasanya. Dia bermaksud mengaduh kepada Sang Maha Pengasih, memberi tahukan bahwa kembali hatinya hancur karena gagal mendapatkan pekerjaan, yang seharusnya tidak perlu mengaduh pun, karena Allah mengetahui apa yang belum terpikirkan oleh manusia sekalipun.
Setelah lima jam Rai meratapi kesedihannya, akhirnya Rai putuskan untuk pulang. Dengan langkah pelan Rai berjalan menyusuri trotoar, Rai menunggu busnya di halte terdekat. Telinganya terpasang headphone. Tebak musik apa yang sedang ia dengarkan?,, Rai sedang mendengarkan musik Rock dengan volume  penuh, dan inilah kebiasaannya setiap kali merasa kesal, sedih, marah, atau kekecawaan seperti yang dirasakannya hari ini.
Sepanjang perjalanan, Rai menyenderkan kepalanya di kursi, matanya menatap kearah luar kaca Bus, melihat deretan toko-toko, pohon-pohon, pejalan kaki yang tak habis-habis dan lainnya. Rai selalu bermimpi suatu saat nanti bisa mempunyai mobil sendiri, agar kelak bepergiaan bersama keluarganya tidak lagi harus saling mengalah, karena mereka hanya memiliki satu motor, dan itu artinya harus ada dua orang yang mengalah naik kendaraan umum atau tidak pergi sama sekali. Jika Rai stop di lampu merah pada saat mengendarai motornya, ia akan terus maju di urutan pertama, ini bukan karena Rai di buru waktu atau menghindari kendaraan didepannya. Tetapi Rai tidak mau berdampingan dengan mobil pribadi, karena ia akan sangat sedih, Rai akan teringat dengan kondisi ayahnya sepulang kerja yang basah kuyup diguyur hujan deras, hanya untuk tidak pulang terlambat, ayahnya terus menerobos hujan lebat menuju rumah. Dan setiap hal itu terjadi, Rai hanya bisa menangis diam-diam, ia akan bersembunyi didalam kamar mandi, dan menahan isak tangisnya sendiri, lalu keluar dengan wajah ceria sambil memijat pundak ayahnya.
“Nak, kamu turun dimana ??”, seorang ibu berusai lanjut menyapa Rai, namun musik dari Ipodnya terlalu besar volumenya sehingga Rai tidak mendengar teguran ibu itu. “Nak, nak.. kamu turun dimana?”, sekali lagi sang ibu memanggil dan menepuk pundak Rai. lamunan Rai buyar saat ia menyadari ada seseorang yang menepuk pundaknya dan Rai pun menoleh sambil melepaskan Headphone-nya. “iya, ada apa bu ?” Tanya Rai, “Nak, kamu turun di mana ?”,
“ohh, saya turun di terminal bu. Ada apa ?”, Rai menjawab dengan sopan. “Nak, saya sudah kehabisan uang, saya mau pulang ke daerah Km.12, tapi uang saya sudah tidak ada lagi.. apakah anak bisa memberikan saya sedikit uang ?”, ibu tersebut menjelaskan keadaanya dengan nada memelas. “ibu memangnya dari mana? Apa ibu sendirian?”, Rai kembali bertanya. “ibu tadinya janjian bertemu dengan anak ibu, dari pagi ibu tunggu dia, tapi ternyata anak ibu tidak jadi datang karena dia ada kerjaan mendadak. Dan dompet ibu di copet saat mau pulang, di dalam kantong celana hanya ada dua ribu rupiah.”.
“oh begitu,, ibu lain kali harus hati-hati. Di sini rawan bu.”, Rai mencoba menenangkan wanita tersebut. Tangan kirinya merogoh dompet didalam tasnya, dan mengambil sejumlah uang didalamnya.. “saya hanya punya segini, semoga bisa membantu ibu yah.. nanti ibu berhenti di halte Kembang, lalu sambung dengan Bus ke arah Km.12.”, Rai memberikan uang Rp. 20.000 kepada wanita itu. Itu sebenarnya sisa uang yang dimilikinya saat ini. “besar sekali nak uangnya, ibu hanya perlu untuk ongkos saja nak,,”, “tidak apa-apa bu, ambil saja. Nanti ibu bisa beli makanan dulu, dari pagi menunggu anak ibu, pasti ibu belum makan kan?”. Padahal Rai lah yang belum makan dari pagi, sarapannya pun di lewatkannya kerena terlalu bersemangat pergi wawancara kerja. “terima kasih banyak yah nak.. mudah-mudahan rezeki mu di tambahkan sama Gusti Allah..”, ucapan tulus terimakasih sang ibu tua itu membuat suasana hati Rai sedikit membaik.
Beberapa menit kemudian, “nah, ibu turun di halte ini, lalu bilang sama penjaga loket, ibu mau ke Km.12 yah.. hati-hati yah bu..” “iya, terima kasih banyak yah nak..”, “sama-sama bu..” percakapan mereka pun berakhir dengan saling memberi senyuman.
Kembali Rai pasang headphonenya, kali bukan lagu rock yang diputarnya, instrument musik lah yang dipilihnya. Kembali menyenderkan badanya kedalam tempat duduknya. Kembali Rai melamun menatap jalanan diluar bus. “Allah, hari ini kembali aku gagal. Sudah lebih sepuluh kali mengikuti wawancara kerja, namun belum satupun yang berhasil. Berkali-kali aku berdo’a memohon rezeki dari Mu, berkali-kali pula aku mendapati tanganku kosong. Ahh… ada apa dengan ku ini ? kenapa aku jadi menyalahkan Allah.. sungguh Dia lah yang Maha Mengetahui, tidak ada hak untukku ragu.. tapi kenapa begitu lama ???... sudah satu tahun lebih aku bergantung dengan orang tua ku, padahal sekarang aku sudah sarjana.”, Rai terus berdialog didalam hatinya. Menyalahkan dirinya sendiri, kemudia menyalahkan Allah, lalu kembali menyalahkan dirinya sendiri dan memohon maaf pada Allah.. begitu seterusnya.
Beberapa saat kemudian.
“Assalamu’alaikum..”,
“wa’alaikum salam.., anak mama baru pulang. Kok pulangnya malam ai ?”, Tanya ibunya sambil menutup pintu kembali. “iya, tadi jalan-jalan dulu.. hehe”, jawab Rai sambil tersenyum seperti sedang bersembunyi dari kesedihannya, ia tidak ingin orang tua-nya ikut menelan kekecewaan atas kegagalannya.
“mandi dulu, trus makan yah..”, ayahnya menyambut dengan senyuman dan remasan pada pundak Rai. “wah,, ternyata ai sekarang sudah gemuk yah ma, sudah tidak ada tulangnya lagi..”, dengan nada bercanda. “ih,, papa.. ai kan udah dewasa..”, balas Rai dengan wajah sedikit cemberut. “iya.. iya,, sekarang kakak mandi gih, setelah itu makan..”.
Selesai mandi, Rai kembali sholat Magrib. Seusai sholat Rai kembali memanjatkan do’a-do’anya.
“Allah ku yang maha baik. Aku kira aku akan berhenti berdoa, berhenti memohon dariMu. Aku kira, aku akan bisa berdiri sendiri tanpa harus meminta padaMu. Tapi aku salah, mana mungkin aku bisa tanpa-Mu.. ya Allah,,, tidak pernah bosan ku panjatkan, mohonlah beri hamba-Mu ini pekerjaan, rezeki. Segudang impianku akan menjadi sekedar mimpi jika tanpa izin-Mu. Beribu keinginanku hanya akan sekedar khayalan semu belaka jika tanpa Ridho-Mu.. dan sekarang hamba sedang mengutarakan kesusahan hati ku pada Mu Allah ku…mohon dengan sangat, lindungilah tiga orang yang teramat aku cintai.. papa yang sudah begitu lemah, izinkanlah aku,ya Allah.. menjadi anak yang bisa papa andalkan di hari-harinya. Mama yang semakin hari semakin menua, sakit yang dirasakannya sekarang mohon lah Engkau angkat. Jadikan tubuhnya sehat selalu, dan izinkan aku untuk menjadi anak yang bisa memberi kebahagiaan untuknya. Satu lagi, adik semata wayangku, walau dia sering membuatku kesal dan jengkel. Sebenarnya dia mempunyai hati yang tulus, aku pun takut membayangkan bila kehilanganya. Hidup ku akan tidak sebahagia ini, bila tidak ada mereka bertiga di hidupku. Terima kasih ya Allah, Engkau beri aku keluarga yang begitu ku sayangi dan menyayangiku. Oohh… doa ku terlalu panjang yah… tapi Allah ku kan begitu dekat padaku, walau tak ku minta pun, pasti akan Kau beri.. doa ku kali ini, adalah do’a khusus, jadi harus di kabulkan. Aku akan tunggu sampai saatnya do’a-do’a ku ini menjadi kenyataan.. terima kasih Engkau masih menyayangi dan melindungiku. Terima kasih banyak Allah ku sayang..”,
Rai larut dalam doa-nya yang panjang, ayah yang tadinya ingin memanggilnya untuk makan malam berhenti didepan pintu. Ayah menyadari anaknya tengah menangis, ayah pun mundur dan menutup kembali pintu kamar Rai pelan.
“sepertinya ai tidak makan malam, dia lagi asik ngobrol..”, ayah duduk di muka meja makan. “ngobrol? Kenapa tidak papa potong saja? Kan kakak harus makan pa?”, Tanya syasa, adik bungsu Rai. “bagaimana mau di potong, ngobrolnya sama Allah..”, ayah mejawab sambil tersenyum dan memulai makan malamnya. Semua terdiam dalam makan malam yang sepi tanpa Rai disana.
Pagi pun menyapa, suara burung berkicau.. udara begitu dingin, karena semalaman sudah diguyur oleh hujan deras. Daun-daun masih basah, menyisahkan sisa-sisa air malam tadi. Namun tampak Rai sedang lari pagi dengan mengenakan jaket tebal berwarna merah muda, celana training putih dan sepatu olah raga putih bergaris hitam. Jilbabnya berkibar saat Rai berlari mengitari komplek rumahnya. Pagi ini Rai putuskan untuk berolahraga, walau pun hanya lari pagi. Rai sebenarnya malas berolahraga, namun entah kenapa pagi ini dia begitu bersemangat, padahal tidak ada panggilan untuk wawancara kerja. Susana hati Rai hari itu sangat senang, walau pun tidak ada alasannya kenapa dia merasa senang. Karena rasa sedih, senang, cinta, Allah lah yang memberinya, manusia adalah wadah untuk semua rasa-rasa itu.
Pukul 9.00 Wib.
“mama kira ai kemana, ternyata olah raga toh..”, sapa ibunya saat melihat Rai berjalan pelan kerumahnya sambil mengelap keringat di kening dan pipinya. “hehe, mama kira ai pergi ke korea tanpa pamit. ” balas Rai dengan nada bercanda. “huhhf,, kamu ini.. udah sana mandi. Bau tuh,,” “ok boss…”.
“kak ai, ini ada surat.”, syasa memberi sebuah amplop kepada Rai. “surat apa nih ?”, Rai membalik amplop tersebut. “ga tau, buka ajah.. siapa tau tiket pesawat kak..”, “edan,, mana ada tiket pesawat dikirim lewat pos.. tapi ini apa yah??”, Rai mulai membuka amplop tersebut.
Dengan cepat Rai membaca isi surat, membacanya dengan seksama. Lalu terbentuk sebuah senyuman di bibir Rai. Matanya berbinar-binar seakan mendapatkan kado terindah. Rai kemudian memeluk syasa dengan erat, “dek, kakak di terima kerja. Kakak di terima kerja adek ku..”, dengan girang Rai menyampaikan isi surat tersebut, sambil mengajak adiknya jingkrak-jingkrak kegirangan. “maksudnya ? kakak di terima kerja ? dimana?”, syasa bertanya untuk mendapatkan kebenarannya. Belum di jawabnya pertanyaan syasa, Rai langsung menuju ruang keluarga mencari ayahnya. Setelah menemukan sang ayah sedang membersihkan kandang kelinci di halam belakang rumah, Rai langsung saja menjerit girang dan memeluk ayahnya, lalu kemudian mencium tangan ayahnya, sambil mengucapkan “terima kasih atas doanya selama ini yah pa.. Ai di terima kerja. Mulai tanggal satu ai kerja pa.. ”, dengan penuh semangat Rai menjelaskan kebahagiaanya kepada sang ayah.. “alhmdulillah,, selamat yah nak.. ini buah kesabaranmu selama ini..”, sambil mengelus kepala Rai dengan kedua tangannya sang ayah memberi kata selamat untuk Rai dengan tulus disertai senyuman.. dari ujung pintu, ibunda Rai pun meneteskan air mata bahagia melihat pemandangan yang mengaharukan antara anak dan ayah yang teramat di cintai oleh Rai.

Buah manis dari kesabaran dan doa Rai
Rai yang tidak pernah putus asa, selalu berusaha dengan segala kemampuannya, tidak pernah bosan mencari dan terus mencari pekerjaan walaupun ia sendiri tidak tau akan di terima atau tidak di perusahaan itu, selalu mengisi waktu luangnya dengan bekerja paruh waktu dengan bayaran kecil ia pun ikhlas, menuntut ilmu dengan berkunjung di perpustakaan daerah tidak luput dalam agenda kerjanya selama ini.
Membaca dan terus membaca, Rai mempunyai suatu keyakinan bahwa dengan membaca ia akan merasa lebih baik dan ilmunya pun bertambah. Namun dengan kesabaran, usaha tanpa putus asa, di sertai semangat yang tidak pernah buyar, dan di dukung dengan doa sebagai senjata paling ampuh seorang Muslim, telah mengantarkannya menjadi seorang wanita yang mandiri dan sukses. Penghasilannya sebagai seorang karyawan swata di sebuah perusahaan asing tak menjadikannya gelap mata, justru uang tersebut di tabung dan di olahnya untuk berwirausaha. Walau awalnya sulit dan penuh rintangan, namun bukan Rai namanya jika langsung menyerah begitu saja, ia berjuang mengahadapi kesulitan dan penolakan yang menyakitkan. Rai bahkan pernah mendapatkan ejekan dari beberapa temannya, karena mereka tidak yakin pada kemampuan Rai menjahit pakaian. Ibunya lah yang selalu membesarkan hatinya, menguatkannya agar tidak patah semangat.
Tidak berhenti di situ saja, Rai berani menginfestasikan sejumlah uangnya untuk memulai bisnis bersama salah satu rekan kerjanya. Empat bulan berjalan tanpa hasil yang berarti, modal pun belum kembali. Namun Rai terus menyakinkan temannya untuk bekerja lebih keras, mengubah konsep market sehingga produk yang mereka tawarkan kepada masyarakat diminati. Bulan demi bulan bisnis Rai bersama temannya membuahkan hasil. Untuk mengumpulkan pundi-pundi uangnya, Rai bahkan nekad menjadi member di beberapa bisnis multi level marketing. Rai mempunyai jiwa leadership yang baik dan personality yang mudah bergaul, sehingga ia tidak terlalu mengalami kesulitan yang berarti untuk mengumpulkan member lain. Rai menggeluti bisnis tersebut dengan penuh harapan agar kelak impian-impiannya terwujud. Walau ayah dan ibunya menentang keras atas itu, tidak menjadikan Rai berhenti menjalankan bisnisnya. Rai justru semakin giat sehingga ia selalu pulang larut malam. Dengan bermodalkan kendaraan beroda dua Rai terus keliling kesana kemari untuk melebarkan bisnis MLMnya. Ayah yang begitu marah dengan kebiasaan pulang malam Rai, memberi pilihan berat kepada Rai. “Ai mau terus pulang malam begini atau keluar dari rumah ini? Papa sudah bosan dengan ejekan tetangga. Bilang ai begini, bilang ai begitu. Walau papa percaya ai tidak akan menjatuhkan nama baik keluarga, namun papa rasa sudah cukup mama kamu menangis dan menunggumu pulang sampai larut malam. Hidup seperti ini saja papa dan mama sudah bahagia. Melihat ai berhasil dan kelak menikah sudah membuat kami menjadi orang tua beruntung mempunyai ai.” Dengan cucuran air mata, ayah terus memohon kepada Rai agar berhenti dan jangan lagi memaksakan dirinya mencari uang. Hati Rai pun luluh dan menuruti permintaan sang ayah. Karena saat itu bisnis Rai sedang jatuh, bisnis yang dijalankannya  lebih dari satu tahun kini runtuh, omset turun jauh, semua membernya hilang di rebut orang lain, belum lagi sahabat-sabahatnya menjauh, di tambah bisnis kuliner dan usaha menjahitnya pun ikut memburuk, mau bangkitpun Rai merasa sudah tidak mampu lagi..
Hanya Allah tempatnya mengadu..



Dua tahun kemudian…
“ai hati-hati di sana yah nak, jaga kesehatan dan sholat malamnya jangan tinggal ya.. papa pasti mendoakan yang terbaik buat ai..”
“ai sayang,, mama akan sangat merindukanmu nak. Belum pernah ai jauh dari mama. Selama 26 tahun ai selalu ada di samping mama, menyiapkan sarapan untuk ai, kini harus pergi merebut impianmu.. mama sedikit cemas dengan sikap cerobohmu, tapi mama yakin ai pasti bisa mandiri.. mama hanya bisa memberikan doa, agar selalu di beri kemudahan kepada ai, ai selalu di lindungi Allah.. mama cinta ai.. ”
“kakak syasa tersayang… adikmu ini belum bisa berbuat sesuatu yang berharga untukmu. Bahkan sa lebih sering mereportkan kak ai, mengganggu kak ai, menjahili kak ai,, tapi kak… satu hal yang perlu kak ai tau, aku akan menjadi fans setia mu, menjadi pendukung nomor satu, dan aku bisa di andalkan.. jadi kak ai jangan sungkan yah,… ^^ love my sista…”
Berkali-kali Rai membaca pesan-pesan dari keluarganya. pesan tersebut di ukir dengan indah dan di beri bingkai lucu. Syasa lah yang mempunyai ide ini, ia memaksa ayah dan ibunya untuk memberi pesan-pesan untuk Rai. Dengan trampil pula, syasa merangkai pesan-pesan tersebut menjadi lukisan tangan yang indah. Dan di ujung kertas di berinya sarangheo uri Ai…Mata Rai terus berkaca-kaca melihat hasil karya adiknya ini.
Rai sekarang sedang berada di dalam pesawat menuju Korea, Negara impiannya. Rai dengan bekerja keras selama ini, akhirnya dapat melanjutkan kuliah S2 nya di tempat idamannya selama ini. Rai telah meninggalkan sebuah tempat usaha butik dan toko buku untuk di olah keluarganya. Selain itu, Rai juga memberikan ayahnya sejumlah hewan ternak. Rai telah mewujudkan impian ayahnya untuk mempunyai ternak. Dan tak lupa, ia telah meninggalkan sebuah mobil yang dapat keluarganya gunakan setiap saat.
“Sekarang tidak ada lagi cerita kehujanan atau kepanasan,, dan kita semua bisa pergi sama-sama.”, itu adalah kata-kata Rai saat menunjukkan sebuah mobil kepada ayah dan ibunya. Syasa yang baru saja pulang kuliah saat itu langsung saja memeluk kakak kesayangannya itu sambil berkata “terima kasih kak ai,, kak ai hebat..”.
Kini Rai telah memberi apa yang di butuhkan keluarganya, sekarang Rai pergi untuk mewujudkan impian lainnya. Rai mempunyai impian menginjakkan kakinya di korea sebelum menikah, dan ternyata benar saja, saat ini Rai sedang berada di pesawat menuju korea. “Melanjutkan pendidikan dan sekalian cari jodoh disana,, jadi tolong jaga keluarga ku yah..”, pesan Rai kepada salah satu sahabat terbaiknya.
“annyeonghaseo.. ”. Rai menoleh kearah sumber suara, tepat seorang pria duduk di sampingnya. Pria tampan dengan postur tubuh yang tinggi tegap, bersih dan wangi, itulah kesan pertama yang ditangkap oleh Rai. “annyeonghaseo.. ”, balas Rai dengan sedikit membungkukkan badannya.
“jal jinesseoyo ?”, kembali lelaki itu bertanya kepada Rai, “jeoneun jal jinesseoyo.. ileumi meo eyo ?”, balas Rai penuh percaya diri dengan bahasanya. Sambil mengulurkan tangannya pria itu memperkenalkan dirinya, “jeoneun Kaze ieyo. Naege ?”, “Ai.”. “mau ke korea juga ya ??”, “haah.. ya ampun. Ternyata bisa bahasa Indonesia toh.. kenapa ga dari tadi,,”, ungkap Rai dengan tarikan nafas lega. Dengan sedikit tertawa Kaze berkata, “latihan agar di korea tidak kaku. Hehehe.. ”. “ohh.. majayo..”, “saya kuliah disana. Kamu ??”, “sama saja, tapi saya sambil kerja juga disana..” jelas Kaze.
Diam sesaat,,
“Ai… hheemm”, kaze bergumam dengan gaya seperti sedang berfikir. “iya ada apa ?”, Rai menoleh. “Ai,, artinya cinta. Orangtua mu pandai memberi nama ya..”, “nama lengkapku Raisyah, Ai panggilan kecilku saja. Ternyata tanpa disadari artinya cinta.. hehe.. Kaze artinya Angin. Orang tua mu juga bagus pilihkan nama. Haha..”, “yah,, angin. Mungkin karena artinya angin, makannya aku tidak pernah diam di satu tempat. Sepertinya orang tua kita diam-diam mengerti bahasa jepang yah?”, balas Kaze sambil bergurau. “hahaha,,,”
“Ai, maukah dirimu menjadi teman ku disana ?”, “ohh.. tentu saja. Dengan senang hati.”, ungkap Rai dengan wajah ceria.”semoga kita berjodoh disana.. hahaha..”, Kaze sedikit bercanda, kembali menggoda Rai yang menjadi berfikir panjang.
Dengan bijak Rai membalas, “jika Allah sudah berkehendak, tak ada satu manusia pun yang bisa menentangnya…”, diam sejenak, “jadi, jika kita berjodoh, yah.. Alhamdulillah.. hahaha…” lanjutnya.

Beberapa saat kemudian,
Diam-diam Kaze menikmati wajah manis Rai. “kerudung biru langit cocok juga untuk gadis ini..”, bisiknya dalam hati. Kaze adalah penggemar wanita muslimah. Sejak ibunya meninggal dunia, dia berharap akan menemukan pendamping sebaik dan setulus ibunya yang mencintai Ayahnya hingga nafas tak lagi ada. Ini bukannlah pertemuan kedua atau ketiga dengan Rai, tapi hatinya sudah di ganggu oleh Rai. Dengan cepat Rai memasuki hati Kaze. Kaze sebetulnya bukanlah tipe pria yang mudah untuk mencintai. Namun terhadap Rai, berbeda. “ibu, aku sudah menemukannya. Akan ku jadikan wanita ini istriku.. ibu, aku jatuh cinta.”, tanpa sadar kaze bicara pelan kepada dirinya sendiri. “apa? Kamu bicara padaku ?”, Rai terbangun dari tidur singkatnya. “ahh.. tidak. Lanjutkan saja tidurmu.”. Rai membalikkan badannya,  membelakangi Kaze sambil tersenyum manis. Rai bicara dalam hatinya “Ai, apakah kau sudah jauth cinta?”. Sambil memejamkan matanya, Rai bergumam “sepertinya aku tau kelanjutan cerita ini..”.
                                                                                                   SELESAI